Hal-Hal yang Membatalkan Dua Kalimat Syahadat
Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang berarti telah mempersaksikan diri sebagai hamba Allah semata. Kalimat La Ilaha Illallah dan Muhammadur Rasulullah
selalu membekas dalam jiwanya dan menggerakkan anggota tubuhnya agar
tidak menyembah selain-Nya. Baginya hanya Allah sebagai Tuhan yang harus
ditaati, diikuti ajaran-Nya, dipatuhi perintah-Nya
dan dijauhi larangan-Nya. Caranya bagaimana, lihatlah pribadi
Rasulullah saw, sebab dialah contoh hamba Allah sejati. Dalam pembukaan
surat Al-Israa', Allah telah mendeklarasikan bahwa Rasulullah saw adalah
hamba-Nya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha.
"Maha
suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya [1] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Israa': 1)
[1]
Maksudnya: Al-Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat
dari Allah dengan diturunkan Nabi-Nabi di negeri itu dan kesuburan
tanahnya.
Begitu juga dalam pembukaan surat
Al-Kahfi, Allah berfirman: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan
kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia tidak mengadakan
kebengkokan di dalamnya.
"Segala puji bagi Allah yang telah
menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan
kebengkokan [2] di dalamnya." (QS. Al-Kahfi: 1)
[2] Tidak ada dalam AlQur’an itu makna-makna yang berlawananan dan tak ada penyimpangan dari kebenaran.
Ini menunjukkan bahwa agar makna dua
kalimat syahadat-yang intinya adalah tauhid benar-benar tercermin dalam
jiwa dan perbuatan. Tidak ada pilihan bagi seorang hamba kecuali
mencontoh pribadi Rasulullah saw dalam segala sisi kehidupannya, baik
dari sisi aqidah dan ibadah, maupun sisi-sisi lainnya seperti sikapnya
terhadap istri dan pelayannya di rumah, pergaulannya bersama sahabatnya,
akhlaqnya dalam melakukan transaksi bisnis dan kepemimpinannya sebagai
kepala negara. Maka untuk menjaga kemurnian tauhid seperti yang
dicontohkan Rasulullah saw, seorang hamba hendaknya menghindar jauh-jauh
dari hal-hal yang merusak kemurnian tauhid sebagai cerminan dua kalimat
syahadat tersebut, yang setidaknya ada tiga:
- Syirik ( menyekutukan Allah
- Ilhad (menyimpang dari kebenaran)
- Nifak (berwajah dua, menampakkan diri sebagai muslim, sementara hatinya kafir).
1. Syirik (menyekutukan Allah)
a). Definisi
Syirik adalah lawan kata dari tauhid.
Yaitu sikap menyekutukan Allah secara dzat, sifat, perbuatan dan ibadah.
Adapun syirik secara dzat adalah dengan meyakini bahwa dzat Allah
seperti dzat mahluk-Nya. Aqidah ini dianut oleh kelompok mujassimah.
Syirik secara sifat artinya: seseorang meyakini bahwa sifat-sifat mahluk
sama dengan sifat-sifat Allah. Dengan kata lain bahwa mahluk mempunyai
sifat-sifat seperti sifat-sifat Allah, tidak ada bedanya sama sekali.
Syirik secara perbuatan artinya: seseorang meyakini bahwa mahluk
mengatur alam semesta dan rizki manusia seperti yang telah diperbuat
Allah selama ini. Sedangkan syirik secara ibadah artinya: seseorang
menyembah selain Allah dan mengagungkannya seperti mengagungkan Allah
serta mencintainya seperti mencintai Allah. Syirik-syirik dalam
pengertian tersebut secara eksplisit maupun implisit telah ditolak oleh
Islam. Karenanya seorang muslim harus benar-benar hati-hati dan
menghindar jauh-jauh dari syirik-syirik seperti yang telah diterangkan
di atas.
b) Bentuk-bentuk Syirik
Pertama, menyembah patung atau berhala (al ashnaam). Allah swt. dalam surat Al-Hajj (22) ayat 30, berfirman:
"Demikianlah (perintah Allah), dan
barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu
adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi
kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu
keharamannya. Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan
jauhilah perkataan-perkataan dusta."
Dalam surat Maryam (19) 42:
Ingatlah ketika ia berkata kepada
bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak
mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?"
Diceritakan bahwa Nabi Ibrahim menegur ayahnya karena menyembah patung: Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?".
Kedua, menyembah matahari, dalam surat Al A'raaf (7) ayat 54:
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah
yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia
bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan
semesta alam.
Allah menolak orang-orang yang menyembah
matahari, bulan dan bintang: Lalu dalam surat Fushshilat (41) ayat 37
lebih tegas lagi Allah berfirman:
(yaitu) pintu-pintu langit, supaya
Aku dapat melihat Tuhan Musa dan Sesungguhnya Aku memandangnya seorang
pendusta". Demikianlah dijadikan Fir'aun memandang baik perbuatan yang
buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya
Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.
"Dan sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud
kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah
kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah".
Ketiga, menyembah malaikat dan jin, dalam surat Al-An'aam (6) ayat 100 Allah berfirman:
"Dan mereka (orang-orang musyrik)
menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan
jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya
Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu
pengetahuan[495]. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang
mereka berikan."
Dalam surat Saba' 34/40-41:
"Dan (ingatlah) hari (yang di waktu
itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada
malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?".Malaikat-malaikat
itu menjawab: "Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka:
bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin
itu".
Keempat, menyembah para Nabi,
seperti Nabi Isa as, yang disembah kaum Nasrani dan Uzair yang disembah
kaum Yahudi. Keduanya sama-sama dianggap anak Allah, Allah berfirman
dalam surat At-Taubah (9) 30:
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair
itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera
Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru
perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka ,
bagaimana mereka sampai berpaling?
Dalam surat Al Maidah (5) ayat 72 :
Sesungguhnya telah kafirlah
orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera
Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah
Allah, Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga,
dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu
seorang penolongpun.
Kelima, menyembah rahib atau pendeta, Allah berfirman: "Mereka
menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan
selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam;
padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang
mereka persekutukan". Adi bin Hatim ra pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai hal tersebut, seraya berkata: "Sebenarnya mereka tidak menyembah pendeta atau rahib mereka?" Rasululah saw. menjawab: “Benar,
tetapi para rahib atau pendeta itu telah mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram, sementara mereka mengikutinya. Bukankah itu
tindak penyembahan terhadap mereka?”
Keenam, menyembah thaghuut. Istilah thaghuut diambil dari kata thughyaan
artinya melampaui batas. Maksudnya: segala sesuatu yang disembah selain
Allah. Setiap seruan para Rasul, intinya adalah mengajak kepada tauhid
dan menjauhi thaghuut. Allah berfirman dalam surat An-Nahl (16) ayat 36:
Dan sungguhnya Kami telah mengutus
Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja),
dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang
diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang
telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).
Dan tauhid yang murni tidak akan bisa
dicapai tanpa menghindar dari menyembah thaghuut, Allah berfirman dalam
surat Al-Baqarah (2) ayat 256:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut [3] dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.
[3] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah swt
Allah bangga dengan orang-orang beriman yang menjauhi thaghut sebagaimana dalam surat Az-Zumar (39) ayat 17:
Dan orang-orang yang menjauhi
thaghut (yaitu) tidak menyembah-nya dan kembali kepada Allah, bagi
mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada
hamba-hamba-Ku.
Ketujuh, menyembah hawa nafsu.
Hawa nafsu adalah kecenderungan untuk melakukan keburukan. Seseorang
yang menuhankan hawa nafsu mengutamakan keinginan nafsunya di atas
cintanya kepada Allah. Dengan demikian ia telah mentaati hawa nafsunya
dan menyembahnya. Allah berfirman dalam surat Al Furqan (25) ayat 43:
"Terangkanlah kepadaku tentang orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat
menjadi pemelihara atasnya?"
Dalam surat Al-Jatsiyah (45) ayat 23:
Maka pernahkah kamu melihat orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya
berdasarkan ilmu-Nya [4]? Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang
akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)? Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
[4] Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu
sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa Dia tidak menerima
petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.
c) Macam-macam Syirik
Ada dua macam syirik: (a) Syirik besar (b) syirik kecil. Masing-masing dari kedua macam ini mempunyai dua dimensi: zahir (nampak) dan khafiy (tersembunyi). Marilah kita bahas satu-satu persatu dari kedua macam syrik tersebut.
Pertama, Syirik besar (Asy Syirkul Akbar),
yaitu tindakan menyekutukan Allah dengan mahluk-Nya. Dikatakan syirik
besar karena dengannya seseorang tidak akan diampuni dosanya dan tidak
akan masuk surga. Allah berfirman dalam surat An-Nisa (4) ayat 116:
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang
selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah
tersesat sejauh-jauhnya."
Ilustrasi syirik besar ini dibagi dua
dimensi: dzahir dan khafiy. Yang dzahir bisa dicontohkan seperti
menyembah bintang, matahari, bulan, patung-patung, batu-batu,
pohon-pohon besar, manusia (seperti menyembah Fir'un, raja-raja, Budha,
Isa ibn Maryam, malaikat, jin dan Syetan. Sementara yang khafiy bisa
dicontohkan seperti meminta kepada orang-orang yang sudah mati dengan
keyakinan bahwa mereka bisa memenuhi apa yang mereka yakini, atau
menjadikan seseorang sebagai pembuat hukum, menghalalkan dan
mengharamkan seperti Allah swt.
Kedua, syirik kecil (Asyirkul Ashghar),
yaitu suatu tindakan yang mengarah kepada syirik, tetapi belum sampai
ke tingkat keluar dari tauhid, hanya saja mengurangi kemurniannya.
Syirik Ashghar ini juga dua dimensi: dzahir dan khafiy. Yang zhahir bisa berupa lafal (pernyataan) dan perbuatan.
(a) Yang berupa lafal contohnya:
bersumpah dengan nama selain Allah dan mengarah ke syirik, seperti
pernyataan: demi Nabi, demi Ka'bah, demi Kakek dan Nenek dan lain
sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:
"man khalafa bighairillahi faqad kafara wa asyraka (siapa yang bersumpah dengan selain Allah maka ia kafir dan musyrik)"
(HR. Turmidzi no. 1535). Termasuk lafal yang mengarah ke syirik
pernyataan: kalau tidak karena Allah dan si fulan niscaya ini tidak akan
terjadi, atau memberikan nama seperti abdul ka'bah dan lain sebagainya.
(b) Adapun yang berupa perbuatan
contohnya: mengalungkan jimat dengan keyakinan bahwa itu bisa
menyelamatkan dari mara bahaya dan sebagainya. Adapun syirik Ashghar
yang khafiy, biasanya berupa niat atau keinginan, seperti riya' dan
sum'ah. Yaitu melakukan tindak ketaatan kepada Allah dengan niat ingin
dipuji orang dan lain sebagainya. Seperti menegakkan shalat dengan
nampak khusyu' karena sedang di samping calon mertuanya, supaya dipuji
sebagai orang saleh, padahal di saat shalat sendirian tidak demikian.
Riya' adalah termasuk dosa hati yang sangat berbahaya. Sebab Islam
sangat memperhatikan perbuatan hati sebagai factor yang menentukan bagi
baik tidaknya perbuatan dzahir. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah
(2) ayat 264:
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu
seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa
hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir" [5].
[5] Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala di akhirat.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda:
man samma'a samma’allahu bihii,
waman yraa'ii yraaillahu bihii (Siapa yang menampakkan amalnya dengan
maksud riya' Allah akan menyingkapnya di hari kiamat, dan siapa yang
menunjukkan amal shalehnya dengan maksud ingin dipuji orang Allah
mengeluarkan rahasia tersebut di hari Kiamat (HR. Bukhari 11/288 dan Muslim no. 2987).
d) Bahaya-bahaya Syirik
Pertama, syirik adalah kedzaliman yang nyata. Allah berfirman dalam surat Luqman (31) ayat 13:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar".
Dengan berbuat syirik seseorang telah menjadikan dirinya sebagai hamba makhluk yang sama dengan dirinya, tidak berdaya apa-apa.
Kedua, Syirik merupakan sumber
khurafat, sebab orang-orang yang mayakini bahwa selain Allah seperti
bintang, matahari, kayu besar dan lain sebagainya bisa memberikan
manfaat atau bahaya berarti ia telah siap melakukan segala khurafat
dengan mendatangi para dukun, kuburan-kubutan angker dan mengalungkan
jimat di lehernya.
Ketiga, syrik sumber ketakutan dan kesengsaraan, Allah berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 151:
"Akan Kami masukkan ke dalam hati
orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang
itu. tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat
tinggal orang-orang yang zalim."
Keempat, syirik merendahkan derajat kemanusiaan, Allah berfirman dalam surat Al-Hajj (22) ayat 31:
"Barangsiapa mempersekutukan sesuatu
dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu
disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh."
Kelima, syirik menghancurkan kecerdasan manusia, Allah berfirman dalam surat Yunus (10) ayat 18:
Dan mereka menyembah selain daripada
Allah apa yang tidak dapat mendatangkan mudharat kepada mereka dan
tidak (pula) manfaat, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi
syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu
mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan
tidak (pula) dibumi?" [6] Maha suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang
mereka mempersekutukan (itu).
[6] Kalimat ini adalah ejekan terhadap
orang-orang yang menyembah berhala, yang menyangka bahwa berhala-berhala
itu dapat memberi syafaat Allah.
Keenam, di akhirat nanti
orang-orang musyrik tidak akan mendapatkan ampunan Allah, dan akan masuk
neraka selama-lamanya. Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ (4) ayat
116:
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang
selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah
tersesat sejauh-jauhnya."
Dalam surat Al-Maidah (5) ayat 72:
Sesungguhnya telah kafirlah
orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera
Maryam", Padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah
Allah, Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga,
dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu
seorang penolongpun.
e) Sebab-sebab Syirik:
Ada beberapa sebab fundamental munculnya syirik:
(a) Al-Jahlu (kebodohan).
Karenanya masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan msyarakat
jahiliyah. Sebab mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah.
Dalam kondisi yang penuh dengan kebodohan itu, orang-orang cenderung
berbuat syirik. Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan
kecenderungan berbuat syirik semakin kuat. Dan biasanya di tengah
masyarakat jahiliyah para dukun selalu menjadi rujukan utama. Mengapa,
sebab mereka bodoh, dan dengan kobodohannya mereka tidak tahu bagaimana
seharusnya mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi.
Ujung-ujungnya para dukun sebagai nara sumber yang sangat mereka
agungkan.
(b) dhu'ful iimaan (lemahnya
iman). Seseorang yang lemah imannya cenderung berbuat maksiat sebab rasa
takut kepada Allah tidak kuat. Lemahnya rasa takut akan dimanfaatkan
oleh hawa nafsu untuk menguasai dirinya. Ketika seseorang dibimbing oleh
hawa nafsunya maka tidak mustahil ia akan jatuh ke dalam
perbuatan-perbuatan syirik, seperti memohon kepada pohon besar karena
ingin segera kaya, datang ke kuburan para wali untuk minta pertolongan
agar ia dipilih jadi presiden atau selalu merujuk kepada para dukun
supaya penampilannya tetap memikat hati banyak orang dan lain
sebagainya.
(c) taqliid (taklid buta). Di
dalam Al Qur’an selalu digambarkan orang-orang yang menyekutukan Allah
dengan alasan karena mengikuti jejak nenek moyang mereka. Allah
berfirman dalam surat Al A’raf (7) ayat 28:
Dan apabila mereka melakukan
perbuatan keji [7], mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami
mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya."
Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan
yang keji." Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak
kamu ketahui?
[7] Seperti: syirik, thawaf telanjang di sekeliling ka'bah dan sebagainya.
Dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 170:
Dan apabila dikatakan kepada mereka:
"Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak),
tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan)
nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek
moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk?".
Dalam surat Al-Maidah (5) ayat 104:
Apabila dikatakan kepada mereka:
"Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul",
mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak
kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang
mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan
tidak (pula) mendapat petunjuk?.
2. Al Ilhaad (Menyimpang Dari Kebenaran)
Penggunaan istilah al-ilhaad dalam Al Qur’an: Al Qur’an menggunakan istilah ilhaad di banyak tempat, kadang berbentuk kosa kata yulhiduun sebagaimana berikut dalam surat Al-A'raf:
وَلِلَّهِ
الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ
فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Hanya milik Allah asma-ul husna,
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap
apa yang telah mereka kerjakan
Dalam surat An-Nahl (16) ayat 103:
Dan sesungguhnya Kami mengetahui
bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang
manusia kepadanya (Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan
(bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam [7], sedang Al Quran
adalah dalam bahasa Arab yang terang.
[7] Bahasa 'Ajam ialah bahasa selain
bahasa Arab dan dapat juga berarti bahasa Arab yang tidak baik, karena
orang yang dituduh mengajar Muhammad itu bukan orang Arab dan hanya tahu
sedikit-sedikit bahasa Arab.
Dalam surat Fushshilat (41) ayat 40:
Sesungguhnya orang-orang yang
mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka
Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah
orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? Perbuatlah
apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.
Kadang berbentuk kosa kata ilhaad, Allah berfirman dalam surat Al-Hajj (22) ayat 25:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir
dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil haram yang telah
Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di
padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan
secara zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang
pedih.
Dan kadang berbentuk kosa kata multahadaa Allah berfirman dalam surat Al Kahfi (18) ayat 27:
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan
kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al-Quran). Tidak ada (seorang pun) yang
dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya dan kamu tidak akan dapat menemukan
tempat berlindung selain daripada-Nya.
Dalam surat Al-Jin (72) ayat 22:
Katakanlah: "Sesungguhnya aku
sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan
sekali-kali aku tiada akan memperoleh tempat berlindung selain
daripada-Nya".
Arti al-ilhaad menurut para ulama
Al-farra' mengatakan bahwa kata yulhiduun atau yalhaduun artinya condong kepadanya. Imam Al-Harrani dari Ibn Sikkit mengatakan: al mulhid artinya orang yang menyimpang dari kebenaran, dan memasukkan sesuatu yang lain kepadanya. Dalam Lisanul Arab dikatakan: al-ilhaad artinya menyimpang dari maksud yang sebenarnya. Meragukan Allah juga termasuk ilhaad. Dikatakan juga bahwa setiap tindak kezhaliman dalam bahasa Arab disebut ilhaad. Karenanya dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa monopoli makanan di tanah haram itu termasul ilhad. Ketika dikatakan laa tulhid fil hayaati itu artinya jangan kau menyimpang dari kebenaran selama hidupmu.
Imam Ashfahani dalam bukunya mufradaat al-fadhil Qur'an mengatakan bahwa kata al-ilhaad artinya menyimpang dari kebenaran. Dalam hal ini kata Al-Ashfahani ada dua makna: Pertama, ilhad yang identik dengan syirik, bila ini dilakukan maka otomatis seseorang menjadi kafir. Kedua,
ilhad yang mendekati syirik, ini tidak membuat seseorang menjadi kafir,
tetapi setidaknya telah mengurangi kemurnian tauhidnya. Termasuk sikap
ini apa yang digambarkan dalam firman Allah surat Al-Hajj (22) ayat 25:
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir
dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah
Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di
padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan
secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang
pedih."
Dalam menafsirkan ayat وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ (dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya), Imam Al Ashfahani menyebutkan bahwa ada dua
macam dalam ilhaad kepada nama-nama Allah: (a) mensifati Allah
dengan sifat-sifat yang tidak pantas disebut sebagai sifat Allah (b)
menafsirkan nama-nama Allah dengan makna yang tidak sesuai dengan
keagungan-Nya (Lihat Mufradat Alfaadzul Qur'an h.737).
Hakikat Ilhad
Berdasarkan keterangan di atas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun definisi yang disampaikan para ulama nampak bahwa istilah ilhad digunakan untuk segala tindakan yang menyimpang dari kebenaran. Jadi setiap penyimpangan dari kebenaran disebut ilhad.
Tetapi secara definitif ia lebih khusus digunakan untuk sikap yang
menafikan sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah. Dengan kata lain
para mulhidun adalah mereka yang tidak percaya adanya
sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah. Berbeda dengan kafir yang di
dalamnya bisa berupa pengingkaran kepada Allah, menyekutukan-Nya dan
pengingkaran terhadap nikmat-nikmat-Nya. Sementara ilhad lebih kepada pengingkaran sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah saja. Dari sini nampak bahwa tidak setiap kafir ilhad. Karenanya seperti dikatakan dalam buku Al-Furuuq Al-Lughawiyah orang-orang Yahudi dan Nasrani sekalipun mereka tergolong kafir, tetapi mereka tidak termasuk mulhiduun. Tetapi setiap tindakan ilhad itu termasuk kafir.
Bahaya-bahaya ilhaad
Pertama, bahwa para ulama sepakat bahwa tauhid mempunyai tiga dimensi: (a) tauhid uluhiyah, (b) tauhid rububiyyah (c) tauhid asma' dan sifat. Karena ilhad adalah tindakan menafikan sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah maka dengan melakukan ilhad
seseorang telah menghapus satu dimensi dari dimensi tauhid yang sudah
baku. Para ulama sepakat bahwa mengingkari salah satu dari
dimensi-dimensi tauhid adalah kafir. Karena itu orang-orang mulhid
tergolong orang kafir.
Kedua, bahwa dengan menafikan
sifat-sifat dan nama-nama Allah berarti ia telah mengingkari ayat-ayat
Al-Qur’an yang menegaskan adanya nama-nama dan sifat-sifat Allah. Para
ulama sepakat bahwa mengingkari satu ayat dari ayat-ayat Al-Qur’an
adalah kafir.
Ketiga,
bahwa mengingkari perbuatan Allah berarti mengingkari segala wujud di
alam ini sebagai ciptaan-Nya. Bila ini yang diyakini berarti telah
mengingkari kekuasaan Allah sebagai Pencipta. Mengingkari kekuasaan
Allah adalah kafir.
3. An-Nifaaq (Wajahnya Islam, Hatinya Kafir)
Imam Al-Ashfahani menerangkan bahwa an
nifaaq diambil dari kata an nafaq artinya jalan tembus. Dalam surat
Al-An'aam (6) ayat 35 dikatakan:
Dan jika perpalingan mereka (darimu)
terasa amat berat bagimu. Maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi
atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada
mereka (maka buatlah)[8]. Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah
menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah sekali-kali
kamu termasuk orang-orang yang jahil
[8] Maksudnya ialah: janganlah kamu
merasa keberatan atas sikap mereka itu berpaling daripada Kami. Kalau
kamu merasa keberatan cobalah usahakan suatu mukjizat yang dapat
memuaskan hati mereka, dan kamu tentu tidak akan sanggup.
Orang Arab berkata: naafaqal yarbu' binatang yarbu' telah melakukan nifak, karena ia masuk ke satu lubang lalu keluar dari lubang yang lain. Dalam pengertian ini kata an-nifaaq
digunakan. Sebab orang-orang munafik ketika bertemu dengan orang-orang
Islam mereka suka menampakkan dirinya sebagai seorang muslim, sementara
ketika bertemu dengan kawan-kawan mereka sesama kafir, mereka kembali
lagi ke wajah mereka yang asli, sebagai orang-orang kafir. Karenanya
Allah berfirman dalam surat At-Taubah (9) ayat 67:
"Orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka
menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka
menggenggamkan tangannya [9]. Mereka telah lupa kepada Allah, Maka
Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah
orang-orang yang fasik."
[9] Maksudnya: Berlaku kikir
Ciri-ciri orang munafiq
Di pembukaan surat Al Baqarah setelah
menceritakan ciri-ciri orang-orang beriman dan ciri-ciri orang-orang
kafir, Allah lalu menceritakan ciri-ciri orang-orang munafiq secara
panjang lebar. Ringkasnya sebagai berikut:
(a) Di mulut mereka mengatakan beriman kepada Allah dan hari Kiamat, sementara hati mereka kafir (lihat QS. Al-Baqarah 2/8-10)
Di antara manusia ada yang
mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian [10]," padahal
mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak
menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu
dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada
penyakit [11], lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa
yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
[10] Hari kemudian ialah: mulai dari waktu makhluk dikumpulkan di padang mahsyar sampai waktu yang tak ada batasnya.
[11] Yakni keyakinan mereka terhadap
kebenaran Nabi Muhammad saw lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan
kedengkian, iri-hati dan dendam terhadap Nabi saw, agama dan orang-orang
Islam.
(b) Ketika dikatakan kepada mereka agar jangan berbuat kerusakan, mereka mengaku berbuat baik (lihat QS. Al-Baqarah 2/11-12).
Dan bila dikatakan kepada
mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi [12]", mereka
menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan."
Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan,
tetapi mereka tidak sadar.
[12] Kerusakan yang mereka perbuat di
muka bumi bukan berarti kerusakan benda, melainkan menghasut orang-orang
kafir untuk memusuhi dan menentang orang-orang Islam.
(c) Ketika bertemu dengan orang-orang
beriman mereka menampakan keimanan, tetapi ketika kembali ke kawan-kawan
mereka sesama syetan mereka kembali kafir. (d) Ibarat orang berbisnis
mereka sedang membeli kekafiran dengan keimanan. Sebab setiap saat wajah
mereka berganti-ganti, tergantung dengan siapa mereka pada saat itu
sedang bersama-sama.
(e) Ibarat pejalan dalam kegelapan, setiap kali mereka menyalakan obor, seketika obor itu padam kembali.
(d) Ibarat orang-orang yang ketakutan
mendengarkan petir saat hujan turun, mereka selalu menutup telinga
karena takut kebenaran yang disampaikan Rasulullah saw masuk ke hati
mereka.
Penutup
Demikianlah hal-hal yang merusak
kemurnian tauhid (baca: menghancurkan makna dua kalimat syahadat), yang
secara singkat setidaknya ada tiga: Syirik, ilhaad, dan nifaq.
Masing-masing dari komponen tersebut mempunyai tujuan sendiri, hanya
saja syirik lebih mengarah kepada sikap menyekutukan Allah, sementara ilhad lebih mengarah kepada sikap menafikan sifat, asma dan perbuatan Allah. Adapun nifaq lebih mengarah kepada penampilan dengan wajah dua. Tetapi ujung-ujungnya adalah kekafiran. Wallahu a’lam bishshawab. □
Tidak ada komentar:
Posting Komentar